Tuesday, May 01, 2007
PROBLEMATIKA CINTA
Oleh Hasan Kohar
PP Al-Falah II Nagrek Bandung
Kelas XII IPS


Berhembus semilir angin sepoi-sepoi. Sejuk terasa di hati. Abdul menengadahkan wajahnya. Menatap lekatnya awan yang menutupi langit biru yang cerah, sesekali awan itu menutupi matahari, memberikan kesejukan bagi bumi.
Di pinggir aula Abdul terlihat muram, padahal hari tampak cerah.
“Kenapa, Dul? Kok terlihat lesu? Ada masalah apa, cerita dong, aku kan sohibmu,” sapa Maman yang tiba-tiba datang menghampiri Abdul. Ia adalah teman dekat Abdul sejak kelas I. Bahkan ketika baru masuk mereka langsung akrab, tidak seperti teman-temannya yang lain.
Namun, Abdul hanya tersenyum dan berkata-kata, “Nggak ada apa-apa kok, Man.”
“Ga ada apa-apa gimana, Dul? Aku tahu kamu lagi ada masalah. Kita berteman sudah cukup lama. Aku tahu kalau kamu sedang ada masalah atau tidak. Sudahlah, Dul. Cerita aja,” kata Maman.
“Aku belum siap, Man. Aku masih ragu. Nanti juga aku certain ke kamu,” jawab Abdul singkat.


*****

Malam harinya Abdul sulit untuk memejamkan mata. Bayangan wajah Firda selalu menemani di setiap napas dan detak jantung. Firda adalah kekasihAbdul, mereka sudah hamper satu tahun berhubungan. Firda satu kelas di bawah Abdul. Abdul kelas XII sosial, sedangkan Firda kelas XI bahasa. Selama mereka berhubungan ada masa tenang dan masa gelisah. Mereka juga sempat putus, namun akhirnya mereka bisa bersatu kembali.
Namun entah mengapa akhir-akhir ini ada sesuatu yang membuatnya tambah sulit untuk memejamkan mata. Bayangan yang semula adalah senyuman Firda kini berubah menjadi bayangan Fina, yang berada dua tingkat di bawah kelas Abdul.
Abdul terus terjaga hingga dari kejauhan terdengar jerit suara azan yang mengalun perlahan namun syahdu dari speaker di atas kubah masjid. Suara itu seakan memecahkan kesunyian heningnya pagi. Para santri yang sudah bangun coba membangunkan teman-temannya yang lain, dan bergegas mengambil perlengkapan untuk mandi dan wudhu.

*****

Pagi itu usai shalat subuh dan wirid, Abdul dan Maman bergegas kembali ke kobong. Namun, betapa terkejutnya Abdul ketika hendak memakai sandalnya. Sepasang alas kakinya sudah tidak ada di tempatnya semua.
“Kemana ya sandalku?” Abdul mencari-cari. Ini bukan yang pertama kalinya sandal Abdul digashab.
“Sudahlah, Dul. Besok juga pasti ketemu,” usul Maman.
Akhirnya dengan hati yang berapi Abdul mengikuti langkah Maman kembali ke kobong. Meskipun ia harus menahan malu karena ketika berjalan melintasi rumah Pak Yai, ia melihat kekasih hatinya beserta teman-teman patrol sedang bertugas membersihkan rumah pak Yai. Abdul melihat teman-teman Firda seperti menertawakan dirinya karena berjalan dengan kaki telanjang. Wajah Abdul memerah padam. Abdul menarik lengan Maman agar berjalan lebih cepat.

****

Udara pagi masih sangat sejuk, menebarkan semerbak parfum yang sudah sangat dihapal oleh indera penciuman Abdul. Hari ini Abdul berjalan menuju ke sekolah berama Firda. Walaupun tanpa bergandengan tangan yang penuh dengan kemesraan, senyuman dan obrolan sudah sangat begitu membahagiakan. Sebenarnya mereka tidak boleh jalan berbarengan karena bila dipergoki oleh asatidz atau asatidzah, bisa mendapatkan hukuman atau takjiran.
Sesampai di sekolah mereka berpisah kelas. Namun mereka sempat berjanji akan bertemu selepas jam sekolah usai.

*****

Kring…kring…. Suara bel sekolah tanda waktu istirahat telah berkumandang. Semua siswa-siswi berhamburan dari kelas menuju kantin. Ketika Abdul sedang menuju kantin, ia sempat melihat Fina terus menatapnya.
“Hai, Fina,” akhirnya Abdul menyapa Fina.
Fina tersipu malu, menyiratkan rasa sukanya pada Abdul.
Abdul pun sebenarnya mulai tumbuh rasa yang serupa. Tapi sayang, Abdul sudah mempunyai Firda. Walau Fina belum mengetahui hubungan antara Abdul dengan Firda. Sementara Abdul tidak ingin menodai arti cinta yang telah mereka jalani.
Sepulang sekolah, Firda tampak berjalan dengan nampak sangat berat. Jalannya lambat sekali. Tanpa pikir panjang Abdul berlari mendekati Firda.
“Assalamualaikum…,” sapa Abdul.
Tapi, Firda diam tak menjawabnya. Membuat Abdul jadi merasa ada yang tidak seperti biasanya.
“Tunggu, Da. Kenapa Ida tampak murung hari ini, tidak seperti biasanya?” tanya Abdul dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Tapi lagi-lagi, bukannya jawaban manis, Firda malah menangis sejadi-jadinya. “Kamu sudah mengkhianati aku, menghianati janji cinta kita untuk saling setia. Firda lihat tadi, sewaktu istirahat, kamu bersama Fina bercanda. Fina sepertinya senang sekali, dan kamu juga senang kan!” todong Firda tiba-tiba.
“Aku ga ada hubungan apa-apa sama dia, aku cuma…,” belum sempat Abdul melanjutkan kata-kata, sebuah tamparan melayang di pipinya. Plak….!!! Bagai sambaran petir, telapak tangan lembut Firda membekas di pipi sebelah kiri Abdul.
“Aku sudah tidak mau lagi mendengar penjelasanmu. Ida sudah capek, sudah tidak sanggup lagi. Mulai detik ini, hari ini, kita putus,” Firda kemudian berlari meninggalkan Abdul yang berdiri terpaku, seakan tak percaya akan kejadian yang menimpanya.

****

Setiba di kobong, Abdul duduk terdiam menatap foto Firda. Air mata terlihat membanjiri pipinya. Maman yang melihat keadaan sohibnya semakin parah, ingin coba mendinginkan suasana.
“Kamu kenapa lagi sama Firda-mu itu?” tanya Maman penuh perhatian.
Perlahan Abdul mulai tenang. Kemudian ia mengusut air matanya dengan sorban yang dipakainya. “Aku putus, Man…,” ucapnya nyaris tak terdengar.
“Emang apa masalahnya, kok kalian bisa putus?” tanya Maman kemudian. Abdul lalu menceritakan semua kisahnya pada Maman. Ia menceritakan bahwa dirinya memang akhir-akhir ini ada perasaan yang aneh pada Fina.
“Mmm, gitu ya. Aku pikir lebih baik kamu coba menjelaskannya pada FIrda, melalui surat saja,” saran Maman kemudian.

*****

Sebelumnya Maman belum pernah berurusan dengan perempuan. Tapi demi menolong Abdul, ia pun rela berurusan dengan permasalahan sohibnya. Ketika istirahat Maman melihat Firda sedang duduk-duduk bersama teman-temannya. Dengan perasaan sangat malu Maman mendekati tempat duduk Firda dan memberikan surat Abdul untuknya. Hari itu Abdul tak bisa masuk sekolah karena sakit.
Firda menerima surat itu tanpa sepatah kata pun. Maman pun bergegas pergi menjauh dari mereka.
Tak perlu waktu lama bagi Firda untuk membaca dan memahami pesan Abdul dalam surat itu. Meski ia masih memerlukan suasana tersendiri untuk meresapi tulisan sang kekasih. Oleh karena itu, setelah memasukkan kembali surat itu dalam amplop, Firda melesat berlalu meninggalkan teman-temannya. Ia menuju tempat tersembunyi di belakang aula, untuk melanjutkan bacaannya. Di dalam surat itu, Abdul memberi teks lagu ST 12 yang berjudul “Aku masih sayang”. Lirik lagu yang menjadi gambaran lukisan perasaan Abdul.
Kau rinduku, jiwaku indah memanggil diriku
Mataku terbangun untuk melentik, menantiku
Jangan pernah kau ragukan cinta yang sesungguhnya
Itu bisa menghancurkan semua…bukan begitu…
Aku sungguh masih sayang padamu,
Jangan sampai kau meninggalkan aku
Begitu sangat berharga dirimu bagiku
Dan ku pastikan setia dihatimu
Dan ku korbankan semuanya untukmu
Sungguh ku berharap kau pun begitu pada ku.
Coba ku rasakan cinta yang begitu kan mengesankan
Yakin pasti dapatkan kemesraan yang penuh bintang.

******

Sehari berlalu, Abdul masih belum mendapat balasan. Dua, tiga, sampai seminggu, Abdul tetap tidak mendapatkan surat.
Sementara Firda, detik demi detik mulai merasakan kehampaan di dalam hidupnya karena tidak dapat melihat kekasih pujaan hatinya. Keesokan harinya Firda pun membalas surat Abdul melalui Maman.
“Bagaimana kabar Abdul, Man?” tanya Firda parau.
Maman tercekat. “Kamu tidak tahu kalau Abdul sekarang pulang ke rumah karena sakitnya bertambah parah?”
Kali ini giliran Firda yang tercekat kaget.

*****

Keesokan harinya Firda pergi ke rumah Abdul..untuk melihat bagaimana keadaan Abdul. Firda merasa amat bersalah atas segala sesuatu yang menimpa Abdul. Apalagi ketika melihat kondisi Abdul yang begitu memprihatinkan, Firda tak kuasa menahan jatuhnya air mata. Air matanya bercucuran membasahi pipi dan menetes di tangan Abdul.
Abdul terbangun. Setelah beberapa saat Firda mulai berhenti menangis, Abdul mengusap air mata yang meleleh di pipi Firda. Meski tanpa banyak kata, pada tatapan mereka terpendar ucapan maaf dari lubuk hati paling dalam. Keduanya tersenyum simpul, dan dunia pun kembali ceria.




Labels:

 
posted by isma at 8:10 PM | Permalink |


0 Comments: